Analisis Kasus Politik Uang
Berdasarkan Pancasila sebagai Etika Politik
A. Latar belakang
Pesta domkrasi 2014
kali ini merupakan media bagi masyarakat untuk menyalurkan peran kedaulatan rakyatnya.Tidak jarang terjadi
pemanfaatan peluang bagi para calon wakil rakyat di parlemen untuk memperoleh
bagian kursi empuk di pemerintahan.
Sehubungan dengan hal
itu, peraturan penyenggaraan pemilu dibuat dengan rapi.Akan tetapi, dalam
kenyataannya masih terdapat kekurangan yang terjadi.Sehingga dengan kekurangan hukum
atau aturan ini, banyak peserta dalam pemilu yang melakukan berbagai macam cara
untuk mendapat banyak suara. Termasuk di dalamnya adalah praktek politik uang
yang merupakan cara yang paling nge-trend bahkan menjadi jalan yang
turun temurun di Indonesia ini. Hal ini seakan menjadi sebuah warisan dalam
mencari simpati rakyat.
Pada tanggal 9 April lalu merupakan
sebuah moment bagi para kontestan pemilu untuk berebut suara agar dapat duduk
di kursi empuk dewan legeslatif. Berbagai macam cara di lakukan agar mendapat
simpati dan dukungan dari calon pemilih, banyak diantara CALEG yang jor-joran
mengasih bantuan dari mengisi kas RT sampai betoni sasi jalan bahkan bentuk
yang lainnya.
B.
Tujuan
Tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah:
1.
Menganalisis kasus praktek
politik uang sebagai salah satu contoh kasus pelanggaran etika berpolitik.
2.
Menjelaskan beberapa realitas
dari penyebab terjadinya praktek politik uang dalampemilu tanggal Sembilan
april lalu.
C.
Rumusan Masalah
1.
Mengapa praktek politik uang
masih terus terjadi dalam penyelenggaran pesta demokrasi di Indonesia?
Sedangkan, dasar hukum pelaksanaannya bersumber pada Pancasila sebagai dasar
atau pedoman dalam etika berpolitik.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Politik uang atau politik
perut adalah suatu bentuk
pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan
haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu
pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau
barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye[1].
Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum.
Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako
antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk
menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang
bersangkutan.
Politik
uang sebenarnya akan menyebabkan nilai-nilai demokrasi luntur. Oleh karenanya,
jangan sampai ada pihak yang seolah-olah mendukung politik uang ini.Politik
uang harus tidak ada.Kalau masih terjadi dan sulit dibendung, maka perlu adanya
pengaturan secara rinci melalui undang-undang.Seperti isu yang terjadi
baru-baru ini, pada acara kampanye Hanura beberapa waktu yang lalu (walau belum
tentu dilakukan oleh pihak Hanura atau tanpa sepengetahuan pimpinan Hanura)
berupa pemberian uang bensin atau sebagai ganti uang transport simpatisan yang
hadir pada acara kampanye tersebut. Kejadian seperti ini dapat memancing pihak
lain untuk melakukan hal serupa. Apabila tidak dibendung dengan sebuah
kesepakatan bersama atau dengan perincian undang-undang, maka akan
"bergerak" menjadi "liar". Ini berbahaya.Maka pihak yang
berwenang perlu mencari inisiatif untuk menangani masalah ini.Misalnya dengan
suatu pengaturan tertentu.Hingga pemilu saat ini, pihak yang kontra terhadap
politik uang masih kesulitan untuk "menghalaunya".
B.
Contoh
Kasus
Sumber Berita:kabarsumatera.com
Bagi-Bagi Uang Rp 200 Ribu Per Kepala, Caleg Nasdem Dilaporkan ke Panwaslu
PAGARALAM – Upaya menjunjung tinggi pesta
demokrasi yang baik dan bersih pada Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) yang
digelar Rabu lalu (9/4), tampaknya tak selesai sampai di sini. Sejumlah warga
Bedeng Munir RT 05 RW 02, Kelurahan Besemah Serasan, Kecamatan Pagaralam
Selatan, datangi kantor Panwaslu Kota Pagaralam terkait dugaan politik uang
(Money Politic), Ahad (13/4/2014).
Warga melaporkan M Fadli, Caleg Partai Nasdem
daerah pemilihan (Dapil) 2 Pagaralam Selatan, ke Panwaslu Kota Pagaralam
terkait dugaan money politik yang dilakukan timses terhadap puluhan warga
Bedeng Munir, Kelurahan Besemah Serasan, Kecamatan Pagaralam Selatan.
Zakaria didampingi Anwar dan Fadli, warga
setempat mengatakan, menjelang pelaksanaan hari pencoblosan, Senin lalu
(7/4/2014) sekitar pukul 16.00 WIB, sejumlah warga Bedeng Munir RT 01 hingga RT
05 Kelurahan Besemah Serasan, diduga telah menerima uang sebesar Rp. 200 ribu
per orang untuk memilih Caleg dari Partai Nasdem M Fadli.
“Kami melaporkan adanya tindak pidana Pemilu
kepada Panwaslu Kota Pagaralam.Nomor Laporan: 03/LP/PILEG/IV/2014, terkait
adanya dugaan Money Politic yang dilakukan timses Caleg Partai Nasdem M Fadli,”
kata Zakaria, kemarin.
Dikatakan Zakaria, sejumlah calon pemilih
yang menerimah uang balas jasa dari timses caleg Nasdem tersebut, diantaranya
Yudha, Riki, Supri Yasin, Nur Hasanah, warga Kampung Kenangga RT 5 RW 2
Kelurahan Besemah Serasan, Kecamatan Pagaralam Selatan.
Sedangkan timses caleg, diduga telah melakukan
kecurangan tersebut, yakni Hero Sakti, Jojon dan Andi Jawer. Ketiga oknum
tersebut merupakan warga Bedeng Munir RT 2 RW 1, Kelurahan Besemah Serasan.
“Timses Caleg Nasdem (M Fadli) langsung
mendatangi rumah warga setempat, diduga telah membagikan sejumlah uang
kepada calon pemilih, Senin (7/4) sekitar pukul 16.00 WIB,” kata Jakok seraya
berujar diminta kepada pihak terkait agar dapat menindaklanjuti permasalahan
ini dengan seadil-adilnya.
Ditambahkan Anwar, pihaknya telah menyerahkan
sejumlah barang bukti (BB) kepada Panwaslu Kota Pagaralam mulai dari karti nama
caleg, sejumlah uang, rekaman suara dan lainnya.
“Bagaimana di Bumi Besemah ini akan terbebas
dari korupsi, bila calon pemimpinnya saja sudah melatih masyarakat untuk
berbuat curang,” ujarnya. Sementara itu, salah seorang warga setempat yang
minta namanya dirahasiakan menegaskan, dirinya bersama warga lainnya
didatangi timses caleg M Fadli dari Partai Nasdem. “Saya didatangi timses
caleg Nasdem, mereka meminta agar saya dan keluarga memilih jagoannya,” ujarnya
seraya berkata jika masalah ini diangkat kepermukaan dirinya siap untuk
bersaksi.
Terpisah, Ketua Panwaslu Kota Pagaralam Haidir
Murni SH membenarkan adanya laporan warga terkait dugaan politik uang yang
terjadi di RT05 RW 02 Kampung Kenanga Simpang Asam, Kelurahan Besemah
Serasan.Ia mengatakan, pihaknya telah menerima laporan terkait adanya dugaan
politik uang yang dilakukan timses M Fadli, Caleg Partai Nasdem Dapil 2, Pagaralam
Selatan.
“Kita sudah menerima laporan warga setempat
terkait adanya tindak pidana Pemilu, dengan Nomor Laporan :
03/LP/Pileg/IV/2014,” tegasnya seraya berkata kami ucapkan terima kasih kepada
masyarakat Pagaralam, yang berani mengungkap adanya dugaan politik uang.
Meski begitu lanjut Haidir, segala sesuatunya
butuh proses agar permasalahan tersebut dapat diungkap kebenarannya.
“Kita langsung kroscek ke lapangan dengan menurunkan tim terpadu guna
menindaklanjuti kebenarannya,” tegas Haidir seraya berkata diminta kepada warga
untuk bersabar agar proses pengungkapan tindak pidana pemilu ini dapat berjalan
dengan baik dan lancar.
C.
Analisis
a. Dasar Hukum
Pasal 73
ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 berbunyi:
"Barang
siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini
dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak
menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan
cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun.
Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian
atau janji berbuat sesuatu."
Semua
pihak yang berkompeten dengan masalah pemilu atau pemerhati pemilu, seharusnya mempelajari
undang-undang pemilu.Apabila ada hal "yang mengganjal" di pikiran
mengenai undang-undang pemilu atau yang terkait dengan pemilu maka segera
suarakan untuk membenahi atau menyempurnakan undang-undang yang sudah ada.
b. Pancasila
Sebagai etika politik
Dasar
Teori:
Sebagaimana
telah dijelaskan pada materi Pancasila sebagai Etika Politik, terdapat beberapa
point penting yang diambil yaitu, pengertian dan hubungnan antara nilai, norma,
dan moral dalam konteks Pancasila sebagi Etika Politik.
Sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya bahwa nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah
laku manusia bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih onjektif
sehingga lebih memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas
sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral, maka aktivitas turunan dari nilai
dan norma akan memperoleh intergritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian
itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya.Sementara itu, hubungan
antara moral dan etika kadang-kadang disamakan begitu saja. Akan tetapi, etika
dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh
seseorang. Wewenang itu dipandang berada ditangan pihak yang memberika ajaran
moral.
Sila
pertama “Ketuhanan yang Maha Esa” serta sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab” adalah sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik
menuntut agar kekuasaan dalam negeri dijalankan sesuai dengan:
a.)
Asas legalitas (legitimasi hukum)
b.)
Disahkan dan dijalankan secara demokratis
(legitimasi demokratis)
c.)
Dilaksankan berdasarkan prinsip-prinsi[ moral
atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral)
c.
Analisis berdasarkan Teori Pancasila sebagai
Etika Politik
Terkait
dengan kasus yang dilakukan oleh M Fadli, Caleg Partai Nasdem daerah pemilihan
(Dapil) 2 Pagaralam Selatan, warga melporakan tindakannya itu ke Panwaslu Kota
Pagaralam terkait dugaan money politik yang dilakukan timses terhadap puluhan
warga Bedeng Munir, Kelurahan Besemah Serasan, Kecamatan Pagaralam Selatan.
Dalam
hal ini sangat terlihat jelas bahwa tindakannya itu menyalahi aturan etika politik.
Dalam hal ini adanya ketidak sesuaian dengan asas kekuasaan yang
berdasarkan asas demokrasi.
Sebagai
mana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 2 yang berbunyi
“Kedaulatan berada ditangan rakyat”. Hal ini menjadi salah satu dasar dalam
penyelenggaraan Pemilu di Indonesia yang tata
peraturannya diatur melalui undang-undang.
Tindakan
Caleg M. Fadli seakan membeli kedaulatan rakyat dengan uang.Hal ini bisa
dikatakan sebagai pelanggaran etika politik, bahwa amanah seorang pemimpin atau
wakil rakyat merupakan sebuah tanggung jawab yang diberikan daripada rakyat
kepada orang yang dipercayainya, bukan malah sebaliknya yaitu dengan cara
membeli amanah atau tanggung jawab dari rakyat seakan kekuasaan berasal dari
uang bukan dari rakyat.
Hal
ini memang benar sebagaimana dikatakan oleh
Anwar, “Bagaimana di Bumi Besemah ini akan terbebas dari korupsi, bila
calon pemimpinnya saja sudah melatih masyarakat untuk berbuat curang,” ujarnya.
d. Analisis
Sebab
Penyebab
dari politik uang ini, berdasarkan arah terjadinya dapat dibagi menjadi dua:
Pertama, karena keinginan caleg untuk menang. Kedua, karena keinginan pemilih
untuk menerima.
Sedangkan
berdasarkan maraknya terjadinya dapat dibagi menjadi tiga: Pertama, tingkat
kemakmuran rakyat masih rendah. Kedua, pengaruh ajaran kapitalis.Ketiga,
gagalnya ajaran kebahagiaan atau dengan kata lain kekayaan yang diperoleh
anggota legislatif.
Hal ini
juga serupa dengan kasus Caleg M Fadli di Pagalaram tadi.Mungkin juga karena
keinginan caleg dengan kekayaan dan sifat kapitalisnya untuk menang dan bisa
juga karena keinginan masyarakat untuk menerima uang tersebut karena kondisi
kemakmuran atau kesejahteraan yang masih rendah.
Sehubungan
dengan masalah ini (Politik Uang), terdapat beberapa pihak yang pro dan kontra
terkait dengan aturan pemberian ini seperti:
1. Pembatasan
nominal uang atau nilai nominal barang jika diuangkan. Misalnya, maksimal
Rp.20.000,- dan sekali.
2. Waktu
pemberian. Kapan waktu yang boleh untuk memberi dan kapan tidak lagi boleh
memberi. Misalnya, pada masa tenang sudah tidak ada toleransi jika masih ada
yang melakukan pemberian.
3. Momen pemberian.
Misalnya: Pemberian hanya bisa dilakukan pada acara-acara tertentu dari partai,
seperti acara kampanye atau rapat terbuka partai. Sehingga, pemberian yang
dilakukan diluar acara partai yang dilakukan oleh orang-orang partai atau
orang-orang suruhannya termasuk kategori yang tidak bisa dikecualikan.
Akan
tetapi, dalam kasus Caleg M Fadli Pagaralam, tidak memenuhi aturan tersebut.
Seperti pada point pertama, uang yang diberikan kepada warga lebih dari Rp.
20.000,-. Dalam kenyataannya, warga Bedeng Munir tadi mendapat uang sebesar Rp.
200.00,- sehingga dalam kenyataan ini, kasus tersebut bisa dikatakan sebagai
sebuah pelanggaran etika politik.
KESIMPULAN
Sebab
masih berkembangnya praktik politik uang dapat disimpulkan diantaranya:
1. Kesadaran
moral yang rendah dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai etika politik.
2. Adanya keinginan
caleg untuk menang.
3. Adanya keinginan
pemilih untuk menerima.
4. Tingkat
kemakmuran rakyat masih rendah
5. Adanya
kekayaan Caleg yang melimpah
Solusi
penyelesaiana dalah memperbaiki sistem peraturan yang masih kurang lengkap dan
perlu disempurnakan.Karena adanya kelemahan aturan ini, para caleg bisa
memanfaatkan peluang kesempatan untuk mendapat simpati dan suara rakyat dengan
jalan yang tidak benar seperti halnya money politik yang dilakukan oleh Caleg
M. Fadli di Pagaralam, Sumatera.
Selain
itu internalisasi Pancasila sebagai etika politik harus lebih dikuatkan dengan
dasar hukum yang lebih jelas.
No comments:
Post a Comment